Bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton


JAKARTA--Pemerintah jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan tentang dugaan `teror bom Jakarta` di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton, dengan mengaitkannya pada adanya upaya menggagalkan Pemilu.

Demikian pendapat dua aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Jakarta, Jumat, yakni Anggota Dewan Pakar Presidium Persatuan Alumni (PPA) GMNI, Hanny Senewe dan mantan Sekjen Presidium Pusat GMNI, Donny Lumingas.

"Jika yang diungkap itu informasi intelijen, semestinya tak perlu dipublikasikan secara besar-besaran di semua media, seolah-olah memang situasinya begitu. Setahu saya, informasi intelijen itu hanyalah peringatan awal atau `early warning` untuk mewaspadai atau menelusuri sesuatu yang lebih besar," kata Hanny Senewe.

Karena itu, ia sama sekali tak sependapat dengan pernyataan Presiden SBY, seolah-olah teror bom di dua hotel tersebut yang telah menewaskan sembilan korban serta puluhan luka-luka, terkait dengan Pemilu 2009 serta Pemilu Presiden (Pilpres).

"Apalagi langsung dibeberkan secara gamblang ada upaya revolusi menolak hasil Pilpres, dan pendudukan paksa kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU)," katanya.

Mestinya menurut dia, semua pihak mendorong dan mendukung sepenuhnya upaya pengungkapakn kasus ini. "Mari kita tunggu hasil investigasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jangan percaya kepada kabar burung lalu menunduh ini terkait Pilpres. Ada apa ini," tanya Hanny Senewe lagi.

Pemanfaatan Teror Bom
Sementara itu, secara terpisah Donny Lumingas mengingatkan, informasi intelijen itu sesungguhnya dipakai untuk meningkatkan kewaspadaan untuk menghadapi sesuatu ancaman.

Jadi, menurutnya, informasi seperti itu tidak perlu secara vulgar dibeber detil kepada publik, karena bisa menimbulkan situasi resah karena memancing munculnya pernilaian macam-macam.

Lebih tidak bagus lagi, katanya, jika ada pihak yang melakukan gerakan-gerakan tertentu berupa pemanfaatan `teror bom Jakarta` untuk kepentingan pencitraan diri atau kekuatan politik tertentu dengan mengorbankan kelompok lainnya.

"Namun satu hal yang sangat disesalkan adalah pernyataan tidak bijak dari Pemerintah yang memanfaatkan peristiwa ini untuk menyerang lawan politiknya pada Pilpres. Seolah-olah pihak yang kalah dalam Pilpres itu mau melakukan sabotase demokrasi," ungkapnya.

Mestinya, demikian Donny Lumingas, harus bisa dipisahkan posisi sebagai pemimpin formal di eksekutif dengan eksistensi diri di dunia politik menghadapi kompetitor di Pilpres.

"Pernyataan yang hanya berdasar data intelijen yang masih perlu dibuktikan di lapangan itu yang kemudian dikaitkan dengan berbagai aksi untuk merusak Pemilu, justru membuat tensi politik naik dan masyarakat resah," katanya.

Di sisi lain, menurutnya, masyarakat justru bisa menilai, Pemerintah sibuk pada persoalan politik dibanding pemenuhan keamanan terhadap rakyat. "Atau justru memang Pemerintah tidak mampu lagi melindungi keamanan rakyat," ujarnya.

Karena itu, ke depan, demikian Donny Lumingas, Pemerintah bersama aparat harus fokus mengusut kasus ini sampai tuntas.

"Sebab bagaimana pun peristiwa `teror bom Jakarta` pagi ini adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh terjadi lagi di Indonesia. Kita harus introspeksi, kenapa negara kita terus saja jadi ajang kejahatan kemanusiaan seperti ini yang mengorbankan nyawa orang," ujarnya.

Baginya, aksi teror ini tidak saja mencoreng kembali wajah Indonesia, sekaligus menunjukikan indikasi lemahnya kerja serta koordinasi pihak keamanan bersama Pemerintah.

"Ini cukup mengundang pertanyaan, karena terjadi di saat adanya siaga di mana-mana terkait Pemilu. Kan sekarang masih berlangsung penerapan `siaga Pemilu`. Kok kecolongan," tanya Donny Lumingas lagi.

Sumber http://republika.co.id/berita/63222/Jangan_Kaitkan_Teror_Bom_Jakarta_dengan_Pemilu

Video detik-detik meledaknya bom